MAKALAH
TENTANG
QIRA’AT AL-QUR’AN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’qn
Dosen Pembimbing:
AHAMAD HAFIDZ AMRULLAH. SHI
Disusun Oleh:
FAUZAN
M.
HARUNNAJAM
NURI
MASFUFAH
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
SUNAN GIRI SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Alloh Swt. Yang telah memberikan banyak
nikmatnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Ulumul Qur’an
ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan. Makalah ini kami buat dalam
rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Ulumul Qur’an. Yang
meliputi nilai tugas, nilai kelompok, nilai individu, dan nilai keaktifan.
Penyusunan makalah ini
tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih
pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa materi yang sama dari
berbagai referensi. Yang semoga bisa memberi tambahan pada hal yang terkait
dengan Kepentingan Pendidikan Ulumul Qur’an
Pembuatan makalah ini
menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Ulumul
Qur’an dari berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar
makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan.
Penyampaian
pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan menyatu
dalam satu makalah kami. Sehingga tidak ada perombakan total dari buku aslinya.
Kami sebagai penyusun
pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan
makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf
atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima
kasih kepada Bapak HAFI AMRULLAH sebagai pengajar mata kuliah Ulumul Qur’an yang
telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.tidak lupa pula kepada rekan
– rekan yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga makalah ini selesai tepat pada
waktunya.
Penyusun
DAFTAR ISI
|
Halaman sampul ………………………………………………………………
Kata pengantar
…………………………………………………………………
Daftar isi
…………………………………………………………………...…..
BAB I PENDAHULUAN
……………………………………….……..
A. Latar
Belakang ………………………………………………….
B. Rumusan
Masalah ………………………………………………
C. Tujuan
Masalah …………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………..
A. Pengertian
Qira’at ………………………………………………
B. Latar
belakang timbulnya perbedaan qira’at ………
…………
C. Urgensi
mempelajari qira’at dan pengaruhnya dalam istmbat
hukum
…………………………………………………………..
BAB III PENUTUP ……………………………………………………
A. Kesimpulan
…………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan dialek (lahjah) dari
berbagai suku yang secara sporadic tersebar di sepanjang jazirah arab untuk
berkomunikasi dan berinteraksi, membuat Al-Qur'an dibaca dengan berbagai ragam
Qira’at
Lahirnya
berbagai macam qira'at itu sendiri. Dengan melihat gejala beragamnya dialek,
sebenarnya bersifat alami (natural), artinya tidak dapat dihindari lagi. Oleh
karena itu, Rasulullah SAW Sendiri membenarkan pelafalan Al-Qur'an dengan
berbagai macam qira'at. Beliau bersabda; Al-Qur'an itu diturunkan dengan
menggunakan 7 huruf (unzila hadza Al-Qur'an 'ala sab'ah ahruf) dan
hadits-hadits lain yang sepadan dengannya. Kendatipun Abu Syamah dalam kaitannya
Al-Qur'an Al-Wajiz menolak muatan
hadits itu sebagai justifikasi Qira’at
sab'ah, konteks hadits itu sendiri memberikan
peluang Al-Qur'an dibaca dengan berbagai ragam Qira’at
Hal inilah yang kemudian kiranya
menjadi tolak ukur kami dalam embuatan makalah ini, yaitu tentang betapa
pentingnya mengetahui secara mendetail tentang Qira’at itu sendiri. Karena hal
pertama yang paling penting dalam
pemahaman
Al-Qur'an adalah mengetahui terlebih dahulu tentang tata-cara pembacaan
Al-Qur’an (Qira’at) itu sendiri
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adala sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui pengertian Qira'at Al-Qur'an.
2.Untuk mengetahui latar belakang timbulnya Qira'at
1.Untuk mengetahui pengertian Qira'at Al-Qur'an.
2.Untuk mengetahui latar belakang timbulnya Qira'at
3. Untuk
mengetahui urgensi mempelajari Qira'at
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.Ingin
menjelaskan pengertian Qira’at Al-Qur’an
2.Ingin
menjelaskan latar belakang timbulnya Qira’at
3.Ingin
menjelaskan urgensi mempelajari Qira’at
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira’at
Qira’at menurut bahasa berupa isim
masdar dari lafal qara’a ( fi’il madhi) yang berarti membaca. Maka qira’at
berarti bacaan atau cara membaca
Menurut istilah . qira’at yaitu :
القران نوع من
اتلاوة توفقا اللغة العربية وتواتر سندها
ووافقت احدالمصاحف العثمانية
Artinya:
“Qira’at ialah salah satu cara membaca Al-Qur’an yang selaras dengan kaidah
bahasa arab, dan sanadnya mutawatir serta cocok dengan salah satu dari beberapa
mushaf Usmani,”
Karna itu, bacaan yang tidak selaras
dengan kaidah bahasa arab atau sanadnya tidak mutawatir atau tidak cocok dengan
tulisan dalam salah satu mushaf Usmani, tidaklah dinamakan Qira’at Qur’an
Imam Az-zarqani dalam buku Manahilul Irfan
, mendifinisikan Qira’at sebagai berikut :
القراة هي مذهب يذهب اليه امام من ائمة القراء مخالفا به
غيره فى النطق بالقران الكريم مع اتفاق الروايات والطرق عنه
Artinya:
“Qira’at ialah suatu cara membaca Al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang
imam ahli qira’at, yang berbeda dengan cara orang lain dalam mengucapkan
Al-Qur’anil karim, sekalipun riwayat (sanad) dan jalannya sama,”[1]
Imam
ibnul Jauzy dalam kitab munjidul muqri’in mendifinsikan qira’t sebagai berikut
:
واختلافها
القرانعلم بكيفيات اداء كلمات القراءة
Artinya:
“Qira’at ialah ilmu mengenai cara mengucapakan kalaimat-kalimat Al-Qur’an dan
perbedaan-perbedaannya,”
Imam
Az-zakaziyi dalam kitab Al-Burhan Fi Ulumil Qur’an mengingatkan, bahwa
al-qira’a (bacaan) itu berbeda dengan Al-Qur’an (yang dibaca), keduanya
merupakan dua fakta yang berlainan, seba. Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk menjadi keterangan dan mukjizat,
sedangkan Qira’at ialah perbedaan cara membaca lafal-lafal wahyu tersebut.[2]
|
1.Qira'at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat
Al-Qur'an yang dilakukan salah seorang
imam dan berbeda dengan cara yang dilakukan imam-imam lainnya.
2.Cara pelafalan ayat-ayat al-qur'an itu berdasarkan
atas riwayat yang bersambung kepada nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan
ijtihadi.
3.Ruang lingkup perbedaan qira'at itu menyangkut persoalan
lughat, hadzaf, I'rab,itsbat, fashl, dan washl.
B. LATAR
BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN QIRA’AT
1. Latar
belakang historis
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa
Nabi walaupun pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang
dapat mendukung asumsi ini, yaitu:
a.
Suatu ketika Umar bin khathab
berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat
Al-Qur’an. Umar merasa tidak puas terhadap bacaan Hisam sewaktu ia
membaca surat
Al-Furqan. Merut Umar, bacaan Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan
apa yang di ajaran Nabi kepadanya. Namun,Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya
pun berasal dari Nabi. Sesuai shalat, Hisyam diajak menghadap Nabi untuk
melaporkan peristiwa tersebut. Kemudian Nabi menyuruh Hisyam mengulangi
bacaannya sewaktu shalat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, Nabi bersabda’
Artinya: “Mimang begitulah Al-Quran diturunkan.
Sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh
kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu,”
- Di dalam sebuah riwayatnya, Ubay pernah bercerita,
“aku masuk kemasjid untuk menjalankan sholat, kemudian
datanglah seseorang dan ia membaca surat
An-Nahl, tetapi bacaanya berbeda dengan bacaanku. Setelah ia selesai, aku
bertanya,”Siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu?”ia menjawab,”Rosulullah
SAW.” Kemudian datanglah seorang lainnya mengerakan shalat dengan membaca
permulaan surat
An-Nahl(16), tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku dan bacaan orang pertama.
Setelah shalatnya. aku bertanya,”Siapakah yang membacakan ayat itu kepadanya?
ia menjawab,” Rasulullah SWT.”kedua orang itu lalu kuajak menghadap Nabi.
Beliau meminta salah satau dari dua orang itu bacakan lagi surat itu.setelah bacanya selesai, nab
bersabda,”Baik,” kemudian Nabi meminta pada yang lain agar melakukan hal yang
sama. Dan Nabi pun menjawabnya,”Baik,”
2.
Latar Belakang Cara Penyampaian
(kaifiyah al-ada’)
Menurut
analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil, perbedaan qira’at itu bermula
dari bagai mana seorang guru membacakan qira’at itu kepada murit-muritnya. Dan
kalau diruntun, cara membaca al-qqur’an itu byang berbeda-beda, sebagaimana
dalam kasus Umar dan Hisyam, diperbolehkan oleh Nabi sendiri.[3])
hal itu mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara
melafalkan al-qur’an itu sebagai berikut.
a. Perbedaan
dalam I’rab atau harkat kalimat tanpa perubahan ma’na dan bentuk kalimat,
misalnya pada kalimat Allah berikut :
37 الذين يبخلون وياءمروان الناس بالبخل ........النساء
Artinya
:”…..(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh oaring lain berbuat
kikir,…..”(Q.S. Ann nisa’[44] 37)
Kata
al bakhil yang berarti kikir disini
dapat dibaca fathah pada huruf ba’-nya sehingga dibaca bi al-bakhli. Dapat pula dibaca dhammah pada ba’-nya sehingga
menjadi bi al-bukhli.
b. Perubahan
pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan-nya, tetapi ma’nanya tidak
berubah, misalnya, pada firman Allah sebagai berikut:
تكون الجبال كاالعهن المنفوش (القارعة: ه) و
Artinya:”….dan
gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”
Beberapa
qira’at menganti kata ka al-ihn dengan
ka ash-shufi sehingga kata itu yang
mulanya berma’an bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu domba. Perubahan seperti
ini berdasarkan ijma’ ulama tidak dibenarkan karena bertentangan dengan mushaf
Ustmani.
C.
URGENSI MEMPELAJARI QIRA’AT DAN PENGARUHNYA DALAM ISTIMBAT
HUKUM
1. Urgensi Mempelajari qira’at
a. Menguatkan
ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama. Misalnya, berdasarkan surat An-Nisa’ ayat 12,
para ulama sepakat bahwa yang dimaksud saudara laki-laki dan saudara perempuan
dalam ayat tersebut, yaitu saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu saja.
Dalam kira’at syadz, Sa’ad Adu Wagash memberi tambahan ungkapan mim umm sehingga ayat itu berbunyi :
وان كان رجل يورث كلالة اوامراة وله اخ اواخت من
ام فلكل واحد منهما السدس
Artinya:
“Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing
dari kedua jenis saudara itu seperenam harta,” (Q.S. An-Nisa’[4]:12)
Dengan demikian qira’at sa’ad bin
abi waqqash dapat memperkuat dan mengukuhkan ketetapan hokum yang telah
disepakati .
b. Dapat
memberikan penjelasan terhadap suatu kat di dalam Al-Qur’an yang mungkin sulit
dipahami ma’nanya. Misalnya: di dalam surat
Al-Qari’ah[101] ayat 5, Allah berfirman :
تكون الجبال
كاالعهن المنفوش (القارعة: ه) و
Dalam
sebuah qira’at yang syadz dibaca :
Dengan
demikian, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kata al-‘ihn adalah ash-ahuf
2. Pengaruhnya dalam
istimbath hukum
Perbedaan
qira’at terkadang berpengaruh pula dalam menetapkan ketentuan hokum. Contoh
berikut ini dapat memperlihatkan pengaruh tersebut.[4]
a. Surat An-Nisa’[4]: 43:
Artinya:
“Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musyafir atau kembali dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapat air . maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): saplah mukamu dengan
tanganmu. Sesungguhnya Allah maha pemaaf lagi maha pengampun.” (An-Nisa’ 43).
Berkaitan
dengan ayat ini, imam Hamzah dan Al-Kisa’i memendekkan huruf lam pada kata lamastum, sedangkan imam lainnya memanjangkannya. Bertolak dari
perbedaan qira’at ini, terdapat tiga versipendapat para ulama mengenai maksud
kata itu, bersetubuh, bersentuh dan bersentuh sambil bersetubuh. Berdasarkan
perbedaan qira’at itu pula, para ulma fiqih, ada yang berpendapat bahwa
persentuhan laki-laki dan perempuan itu membatalkan wudhu. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa bersentuhan itu tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau
berhubungan badan,
b. Surat Al-Maidah [5]: 6:
Artinya:
“hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. Dan sapuhlah kepalamu dan basuhlah
kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” (Q.S. Al-Maidah [5]: 6).
Berkaitan
dengan ayat ini, Nafi’ ibn Amir, Hafs, Al-Kisa’I membacanya dengan arjulakum,sementara imam-imam yang lain
membacanya dengan arjulikum. Dengan
membaca arjulakum mayoritas. Ulama
berpendapat wjibnya membasuh kedua kaki dan tidak membedakan dengan menyapunya.
Pendapat ini mereka perkuat dengan beberapa hadist , ulama-ulama syi’ah imamiyah berpegang pada bacaan arjulikum sehingga mereka mewajibkan
menyapu kedua kaki dalam wudhu. Pendapat yang sama diriwayatkan juga oleh Ibn
abbas dan Anas bin Malik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbedaan dialek dari berbagai suku arab, tidak lain adalah penyebab yang
melatar belakangi terjadinya perbedaan qira'at Al-Qur'an. Sehingga menjadi
keharusan untuk membuat syarat-syarat tentang di terimanya qira'at. Dan yang
paling penting dari semua itu adalah betapa berperan pentingnya qira'at dalam
penentuan istinbath hukum, karena dari perbedaan qira'at itu sendiri akan
memunculkan spesifikasi baru tentang makna dari suatu ayat, sehingga esensi
dari suatu ayat akan mengalami perbedaan dari lafadz aslinya
Dan hal yang tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah bahwa semua
adalah tentang alur dari terjadinya perbedaan qira'at itu sendiri, dimana
perbedaan itu bukan semata-mata dilatar-belakangi oleh perbedaan dialek saja,
melainkan juga di sebabkan karena qira'at itu sendiri di ajarkan secara
turun-temurun. Mulai dari Rasulullah, kemudian kepada para sahabat, kemudian
kepada para tabi'in, dan selanjutnya kepada tabi'it-tabi'in.
DAFTAR PUSTAKA
* Al-Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al qur’an, Isa al
Babi al Halabi, Mesir,
* Al Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulum al Qur’an, Isa Al Babi al
Halabi, Mesir, 1972.
*
|
* Lihat abu
hafs ‘Umar bin Qasyim Al-Mukarrar fim Tawatara min Al-Qira’at As-Sab’I
Al-Haramain, Singapura. Hlm. 18-30.
* Al Zahbi , al Tafsir wa al Mufassirun , Matba’at al
saadah, Mesir,+th